Beberapa
hari telah berlalu, sebelumnya hanya dirimulah seorang wanita yang kucinta,
jika aku lebahnya maka dirimulah bunga yang sungguh membuatku terpana.
Namun
kini, seiring berjalannya waktu, di antara sekian banyaknya bunga yang kutemukan
di sekitaranku, sekuntum bunga mulai menarik perhatianku, aku menyukai seorang
wanita yang mana kau mengenal dirinya.
Aku
tidak pernah bisa membaca apa yang kamu pikirkan tentang kedekatanku
terhadapnya, dan aku tidak bisa menyimpulkan kecemburanmu padaku, karena aku
tidak tahu bahwa dirimu juga menaruh perasan yang sama padaku kala itu.
Seiring
berjalannya waktu, aku tahu dirinya telah ada yang menjaga, tetapi entah
mengapa aku justru merasa nyaman berada di dekatnya. Saat itu aku tidak pernah
tahu bahwa nyatanya kau cemburu, kau berusaha membalas kecemburuanmu kepadaku
dengan menjalin hubungan dengan pria yang entah aku ketahui asal-usulnya.
Seiring
berjalanya waktu, aku tahu aku cemburu pada dirimu. Aku tahu seberapa dalamnya
perasaan cintaku padamu hingga kurasakan betapa sakitnya melihat kedekatanmu
dengan pria lain.
Aku
merasa bahwa benar dirimu juga menaruh rasa yang sama terhadapku, tapi nyatanya
aku tidak bisa mengungkapkan apa yang kurasa itu kepada dirimu.
Seiring
berjalanya waktu, luka di hatiku akibat dirimu terobati oleh dirinya,
dirinyalah yang menemaniku, mendengarkan segala ceritaku tentangmu, dan itu
terjadi kala aku melawan betapa sulitnya untuk melupakanmu.
Waktu-waktu
terus berlalu, perlahan kulihat perubahanmu, nyatanya kini dirimu telah
memutuskan hubungan dengan orang yang pernah membuatku cemburu terhadap dirimu.
Aku
tahu, mungkin kamu merasakan seberapa sakitnya yang aku dapatkan ketika
melihatmu bersama orang lain, dan kini biarlah kamu menanggung betapa sakitnya
apa yang sebelumnya dirimu pernah berikan padaku.
Namun
suatu hari, aku terjatuh sakit.
Nyatanya
kamu masih menaruh rasa simpati padaku, sehingga mengajak teman-teman untuk
menjengukku, aku menunggumu, dirinya serta teman-teman yang lainya.
Namun
saat kutahu kecelakan yang menimpamu dan dirinya di jalan membuatku tergerak
untuk segera mencari tahu kabarmu dan dirinya.
Aku
melepas semua selang yang menempel di tubuhku, aku berlari menemui dirimu dan
dirinya di ruang Gawat Darurat, saat kutanyakan kepada teman-teman tentang apa
yang terjadi terhadap dirimu dan dirinya, nyatanya benar.
Kamu
memanglah baik, kamu mengajak teman-teman menjengukku, dan suatu ketika teror
terjadi di jalanan, polisi beradu tembak dengan kawanan penjahat, saat itu bus
yang kamu dan dirinya serta teman-teman tumpangi berhenti dan semuanya
berhamburan keluar.
Kala
itu kamu berlari dan dirinya melihat dirimu dalam bahaya.
Mobil
kawan penjahat itu melaju kencang ke arahmu, saat itu dirinya menyelamatkanmu
dengan mendorongmu ke terotoar, saat itu betapa malang nasibnya, bersimbah
darah di jalanan, kala itu dirinya yang terluka parah, menatapmu yang tak
sadarkan diri, kamu tidak akan tahu, dirinya lebih memperhatikanmu ketimbang
keadaan dirinya.
Aku
menunggumu dan aku mendapati kamu akan kehilangan ingatanmu, dan aku mendapati
kabar yang buruk lagi bahwa dirinya telah pergi meninggalkan dunia untuk
selama-lamanya.
Betapa
sakitnya, betapa hancurnya, bagaikan berada dalam samudera yang tenang lalu
awan hitam dan ombak menerjang perahu yang kutumpangi, bahkan meskipun teriris
pisau sekalipun, takkan berbading dengan rasa sakit yang aku rasakan betapa aku
kehilangan dirinya.
Bunga
yang kucinta telah layu dan dicabut di pekarangan rumah pemiliknya, yang maha
pencipta dan penguasa alam semesta telah mengambilnya dari kehidupan dunia yang
fana, sungguh menyakitkan jika aku harus kehilangannya.
Seiring
bergulirnya waktu, aku menghadiri pemakamannya, sungguh betapa inginnya ku
memeluknya, memberikan senyum terakhirku untuknya, serta salam perpisan
kepadanya, tetapi itu hanya sebuah keinginan yang takkan bisa dibayar dengan
apapun di dunia yang fana.
Waktu-waktuku
di sekolah, kini terisi untuk meratapi perasaanku kehilangannya, aku belum bisa
untuk membayangkan bahwa dirinya telah tiada, namun bagaimanapun juga aku harus
bisa untuk menerima takdir dari yang kuasa.
Kian
hari kian banyak kuhabiskan untuk mencurahkan perasanku dengan sebuah tulisan,
sekiranya inilah obat yang bisa kudapatkan untuk mengobati kesedihanku
kehilangannya, dan kini muncul dirimu kembali dalam lingkup kehidupanku.
Saat
teman-teman menceritakan apa yang terjadi kepadamu sewaktu kecelakan itu, aku
melihatmu bersedih, mungkin kamu tahu itulah sebabku menjauhimu serta tak mau
ada dirimu di dekatku.
Suatu
hari, hujan rintik-rintik.
Di
tengah pemakaman, aku melihatmu berdiri di hadapan peristirahatan dirinya, saat
kulihat tanganmu mengusap patok peristirahatannya, kamu tidak tahu aku
melihatmu, bahkan mengalirnya air matamu aku bisa merasakan apa yang kamu
rasakan adalah sama halnya dengan apa yang aku rasakan.
Suatu
hari, aku berdiam di belakang kelas.
Aku
mendengar, temanmu membacakan karya tulisanku “Di antara dua bunga yang
memabukan”, dan betapa pandainya temanmu itu menafsirkan bahwa kedua bunga itu
adalah dirimu dan dirinya yang telah pergi.
Temanmu
juga menceritkan tentang kejadian kecelakaan itu, bahkan ketika temanmu
menceritakan tentang cerita cintamu, diriku dan dirinya membuatmu bertanya
banyak hal yang telah hilang dari ingatanmu, aku bisa merasakan kesedihanmu
dari nada bicaramu.
Suatu
ketika, aku berdiri di atas gedung sekolah, menunggu senja hilang di pelupuk
mata.
Kamu
berjalan menghampiriku, dan aku berdiri menghadap dirimu, kamu berjalan ke
arahku dan kamu berkata
“maaf
…, seharusnya waktu itu aku tidak seharusnya mengajak dia untuk menjengukmu!.”
“kamu
salah!, kata maaf tidak seharusnya kamu ucapkan!, bagaimanapun juga itu adalah
skenario sebuah kehidupan, aku tidak menyalahkanmu dalam hal ini.”
“tapi
bagaimanapun juga, aku merasa bersalah melihat kamu seperti ini terus.”
“aku
seperti ini, karena aku menghukum diriku sendiri, dan inilah hukaman yang bisa
aku nikmati, ketika fajar menampakan diri semangat memulai hari sangatelah
tinggi, terkadang di tengah hari sesuatu yang buruk bisa saja terjadi, dan kini
senja telah tiba, aku ingin menikmati, sebelum gelapnya malam menampakan
bintang yang bertaburan, dan aku ingin segera melihat bintang-bintang
bertaburan.”
“bagaimana
jika gelapnya malam ternyata tanpa bintang yang kamu inginkan?.”
“aku
akan tetap menunggunya tampak.”
“bagaimana
jika bunga yang dulu kau inginkan, benar-benar kau dapatkan?, apa kau akan
tetap memilih bintang-bintang?.”
“bunga
yang dulu kuinginkan telah didahului orang, aku telah mengenal bunga yang
membuatku senang, namun hanya bertahan sementara sebelum sang pemilik
mencabutnya, jika waktu bisa diputar ulang, aku akan tetap memilihnya.”
Saat
mendengar jawaban terakhirku, kulihat dirimu terdiam, kamu menatapku dan
kulihat kesedihanmu, kamu membalikan pandanganmu lalu pergi meninggalkanku.
Kini
yang kudapatkan adalah sebuah pukulan, bukan sebuah cinta yang indah, bukanlah
sebuah cinta yang membuat bahagia, ataupun cinta yang membuat kebanyakan orang
tergila-gila dan dimabuk cinta.
Yang
kudapatkan adalah apa yang dinamakan hukuman cinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar