Kamis, 26 Oktober 2017

Elok Lambai Dedaunan


Bel alarmku berbunyi. Kring… kring… Kring…
“Aira, bangun sayang,” panggil Bunda seraya menarik selimutku. Tepat pukul 04.00 itu tandanya aku harus bangkit dari tempat tidurku. Karena hari ini adalah hari pertamaku untuk masuk sekolah baru. Sekolah SMA yang selama ini aku idam-idamkan. Hari ini aku mengikuti pra-MOS. Perasaan antara senang dengan sekolah baru namun bingung nanti harus ngapain dan bawa apa.
Satu jam pun berlalu, aku berangkat dari rumah tepat pukul 05.30 sekalian bareng sama Ayahku karena memang sekolahku lumayan jauh. Tiba di sekolah, aku merasa terdampar di suatu pulau di mana aku menjadi orang asing di sana, aku sendirian, juga aku tak menemukan satu orang teman SMP-ku, entah ke mana mereka. Aku pun langsung menuju ke aula. Ternyata aku termasuk golongan yang ketinggalan, terpaksa deh aku mendapat barisan paling belakang. Setelah perkenalan bla-bla-bla dari panitia OSIS. Kini giliran perkenalan dari pendamping masing-masing kelas.
Tiba-tiba, “Subhanallah. Apa ini? Kenapa aku begini?” Detak jantungku berdetak sangat kencang. “Apakah orang itu yang membuat aku begini?” batinku seraya memandanginya.
“Apakah ini rasanya jatuh cinta? Ah.. tidak, mungkin ini hanyalah cinta monyet yang kebanyakan orang-orang katakan itu,” Aku pun berusaha untuk melupakannya. Setelah pembagian kelas, aku ditempatkan di kelas X-A. Bertemu teman-teman baru dan … “Oh tidak, kenapa aku bertemu dia lagi? Cowok itu? Kenapa harus dia yang menjadi pendamping kelasku?”
Sambil menghela napas, “Ya Allah, aku tidak ingin jatuh cinta, berikan aku rasa cinta di masa saat aku udah gede aja,” Harapanku semoga rasa ini akan musnah secepatnya.
Dua hari pra-MOS pun berlalu. Kini tantangan selanjutnya mengikuti MOS selama tiga hari harus aku taklukkan. Banyak tugas dan peralatan yang harus aku bawa. Pada saat hari terakhir pra-MOS, Kak Iva, Kakak pendamping kelasku meminta nomor handphone anak satu kelas agar lebih mudah untuk tanya-tanya tentang tugas MOS. Sementara itu, aku mendapat SMS dari nomor tak dikenal yang mengatas namakan, “pendamping kelas X-A” aku pun langsung berpikir mungkin Kak Iva. Bahkan tak terbesit sama sekali kalau ini nomornya orang itu. Itu pun aku abaikan.
Hari pun berlalu dan kini aku masuk hari pertamaku MOS. Aku merasa seperti orang gila. Tidaakk.. dengan topi, tas, kartu peserta yang semua dari barang bekas. Di hari-hari MOS pun banyak tugas dan tugas yang membuat aku stress sampai nangis-nangis. Demi tugas MOS ini pun aku rela untuk begadang dan tidur hanya tiga jam sehari. Meskipun begitu, tapi aku merasa sangat terbantu dengan adanya Kak Iva yang rela balesin SMS-SMS ku sampai larut malam.
Tiga hari berlalu dan kini saatnya MOS terakhir, senang sekali rasanya. Tapi berhari-hari bersamanya membuat aku mulai kagum sama dia dan… aku gak bisa ngelupain dia. Sebut saja, Kak Fadil. Mulai dari pertemuan pertama yang membuat aku tercengang. MOS kedua di saat tasnya berada di bangkuku. Dan MOS terakhir di saat baksos, waktu itu ada ulat di bahuku, dia yang tahu dan mindahin langsung dan gak ngaku kalau itu ulat. Mungkin dianya ingin aku gak kaget. Ahh… dan yang membuat aku terkesima adalah, dia kelas 12 IPA program kelas internasional, suaranya bagus, jago piano, jago basket, seorang muadzin, tinggi, de el el.
Gak tahu kenapa, untuk itulah aku memutuskan bahwa aku telah jatuh cinta. Jatuh cinta sama orang itu. Aku ingin hanya Allah dan aku yang tahu soal ini. Temen-temen aku pun juga gak ada yang curiga soal ini. Pulang dari MOS rasanya seperti berada di negeri Liberalis. FREE… aku pengen nonton tv bebas, SMS-an bebas, fb-an bebas. Semua serba free. Aku pun langsung ambil handphone dan SMS Kak Iva.
“kak, ini Kak Iva kan?” Dua kata yang membuat aku terkejut berkejut-kejut.
“bukan dek..”
“berarti ini Kak Fadil?” Jawabnya.
“iya, bener banget,” Seketika aku bingung, malu, ketawa, senyum-senyum, Semua ada. Bingung dan malu aku bales apa. Ketawa karena dia balesnya lebay pake kata, “bener banget”. Senyum-senyum karena ternyata yang selama ini aku ajak cerita-cerita berarti Kak Fadil. Oh my dog, eh god, setelah itu pun aku aku bener-bener gak berani SMS-an sama dia lagi.
Hari ini aku mulai pelajaran wajarnya kelas 10 baru. Berbeda banget sama pelajaran SMP. Memang sih, rasanya sedikit aneh,. Mulai sekarang harus belajar lebih giat dan lebih bersikap dewasa karena memang sekarang bukan anak kecil lagi. Tak ku sangka, setiap hari aku bertemu Kak Fadil. Hari demi hari selalu ketemu dia. Tapi setiap berpapasan aku selalu cuek dan menunduk. Karena aku memang begitu, aku takut dia bakal ngira bahwa aku orangnya sombong. Sebenarnya aku ingin sekali menyapanya, tapi nyali aku belum bisa untuk menjadi satu. Menurutku dia juga ingin menyapaku, tapi akunya yang selalu menunduk. Begitu juga di facebook, kita hanya berteman tapi gak pernah saking kenal. Hanya bisa memandanginya.
Aku merasa bosan pergi ke sekolah hanya untuk baca buku, dengerin guru, pulang. Aku butuh sesuatu yang baru untuk ini. Aku pun tertarik untuk ikut suatu ekstrakurikuler keilmiahan. Tanpa aku mengerti sebelumnya “kenapa selalu sama?” Dia ada di sini bahkan dia menjadi ketua di ekskul ini. Dan mulai dari sinilah aku mulai mengenalnya, aku berani senyum sama dia, aku mulai bicara sama dia, aku selalu hadir hanya untuk bertemu sama dia. Aku mulai akrab sama dia, di sekolah di facebook bahkan setiap hari SMS-an hanya untuk sekedar tanya kabar dan basa-basi soal pelajaran.
Di hari kumpul rutin ekskul, tiba-tiba dia memanggilku dan mengajakku untuk ikut suatu lomba karya ilmiah di sebuah universitas. Aku bingung karena belum berpengalaman soal lomba-lomba. Tapi dia memotivasiku untuk selalu untuk optimis dan percaya diri, akhirnya aku pun mau. Berhari-hari aku mengerjakan ini bersama dia, terkadang pun sampai rela pulang sore hari. Sampai tepat deadline kami pun mengirim karya ini melewati e-mail dan menunggu 5 hari lagi untuk presentasi, semua berjalan dengan lancar.
Sampai Kak Fadil ke kelasku dan membawa kabar bahwa kami mendapat juara 2. Aku pun langsung menjerit seketika dan senyam-senyum sendiri. Meskipun belum bisa menjadi yang pertama, tapi aku sangat bangga dengan ini semua. Dan di saat upacara hari senin, kita berdua dipanggil untuk mendapat penghargaan dari sekolah dan menyerahkan piala kami untuk sekolah. Betapa bangganya hati ini, hari paling bahagia di seluruh dunia ini. Tak akan pernah aku melupakan hal ini. Hal-hal yang selama ini aku lakukan bersamanya sangatlah berkesan bagiku. Mungkin bagi dia juga berkesan. Aku tak pernah berpikir bahwa Kak Fadil punya rasa sama aku. Malah aku berpikir bahwa Kak Fadil telah menganggapku sebagai partner atau mungkin adik. Aku telah mengikhlaskan hati ini. Mungkin yang selama ini aku rasakan adalah kagum sama dia, bukan cinta sama dia.
Aku pun kini telah semester 2 dan itu artinya Kak Fadil juga sudah saatnya untuk mempersiapkan UN. Sekarang dia jarang kumpul ekskul dan tidak lagi menjadi ketua. Jarang buka facebook, juga jarang ketemu dia. Aku pun memahami bagaimana dia sekarang. Ketika dia menanyakan kabarku lewat SMS, aku hanya membalas, “baik kak, sekarang waktunya Kakak fokus sama UN, kurangi hobi Kakak yang satu ini. Oke! Semangat..” sejak itu aku gak pernah SMS dia juga gak pernah bales SMS dia. Lama gak kontak sama dia sampai H-2 menjelang UN. Aku ketemu dia, aku merindukannya, aku tak sanggup untuk memandangnya. Aku hanya berkata, “kak, semangat buat besok. Jangan lupa berdoa” aku pun langsung meninggalkan dia. Aku takut dia bakal pergi, dia bakal ngelupain aku. Aku takut itu.
UN pun selesai. Ujian semester 2 pun telah aku lewati. Kini saatnya untuk farewell party. Perpisahan dengan kelas 12. Semua orang bergembira dengan acara ini tetapi tidak denganku. Meski kini aku sudah seperti dulu dengan Kak Fadil. Rasanya aku bakal jauh dengan dia. Tiba-tiba handphone di dalam tasku bergetar, aku mendapat pesan dari Kak Fadil.
“Ai, jangan pulang dulu. Pukul 3 aku tunggu di taman sekolah. Oke!” aku bingung apa maksud orang ini? Okelah aku turuti apa kata dia.
Tepat pukul 3 aku tiba di taman, tapi sekitar taman sepi. Ya udah deh, aku memutuskan untuk pergi. Tiba-tiba Kak Fadil muncul dari taman. Aku pun terkejut. Batinku, “ngapain coba orang ini?” Dia muncul dengan wajah berseri-seri dan berkata.
“Ai, sekarang aku anak mahasiswa. Kamu masih ingat dulu aku ingin ke mana? Teknik arsitektur, ITB. Aku keterima Ai…” Betapa gembiranya aku mendengar semua itu.
“Alhamdulillah kak, selamat ya! Cita-citamu tercapai. Aku turut senang mendengarnya. Betapa bangganya Ayah-Bunda kamu melihat kesuksesanmu dalam mencapai semua ini,”
“Makasih ya. Emm.. Ai, emm… tujuan aku ngajak ketemuan di sini. Sebenarnya aku, aku suka sama kamu. Aku cinta sama kamu. Kamu mau..,”
Deg. Seketika aku langsung berbalik badan. Aku bingung apakah selama ini Kak Fadil ada rasa sama aku.
“Ai..” dia memanggilku lagi. Aku tak percaya selama ini Kak Fadil ada rasa denganku. Bahkan aku juga pernah mendapat kabar burung bahwa Kak Fadil udah punya pacar anak Semarang. Apakah ini semua takdir? Aku pun tak dapat berkutik sama sekali.
“Kak.. sebenarnya, sebenarnya aku telah lebih dulu menyukai Kakak dari awal pertemuan kita. Tapi… aku gak bisa untuk menjadi milik Kakak. Bukan karena aku milik orang lain kak, aku hanya tidak ingin yang namanya pacaran. Jodoh udah ditentukan sama Tuhan, dan kita belum saatnya memikirkan itu, kita harus memikirkan studi kita dulu. Dan sampai waktunya. Jika kita jodoh, kita akan bertemu lagi. Oke!!” jawabku seraya meneteskan air mata.
“Aku akan menjadi orang paling bahagia di dunia ini jika kamu menjadi milikku, Aira. Itu yang aku suka dari kamu, cara berpikirmu yang berlagak dewasa membuat aku kagum sama kamu. Aku mengerti maksudmu. Tapi aku ingin kamu mengingat satu hal.”
“Apa kak?” dengan wajah penasaran.
“Aku ingin kamu mengingat bahwa aku menyukaimu, aku mencintaimu. Kamu harus menungguku sampai aku menjadi orang sukses besok. Oke!!” Aku hanya tersenyum.
“Oke kak. Aku akan menunggumu, jangan kecewakan aku. Aku mencintaimu selalu,” batinku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar