Jumat, 22 Desember 2017

Redup di Lautan Cahaya

Dentuman kencang menggema
Meretakkan hati seketika
Tubuh tersungkur lemas
Tak merasa, tak berdaya

Seketika cahaya terang redup mendekat
Mencuri sisa-sisa darah hitam
Menelan dosa tiada berguna
Benih maksiat termakan sukma

Tiada yang kuat menahan
Roboh hancur penderitaan
Siasat suka, duka adanya
Tergerus takdir sang penyiasat

Minggu, 17 Desember 2017

Rahasia dalam Secarik Sepi

Aku ingat benar waktu itu aku melihat ayahku tergeletak lemas di tengah-tengah pintu belakang rumah. Posisinya agak miring keluar jadi aku hanya bisa melihat punggungnya saja.  Aku pikir ia hanya tidur sejenak disana untuk melenyapkan sedikit rasa penat di tubuhnya yang lelah bekerja di pabrik kayu depan rumahku seharian. Aku membiarkan saja ia tertidur pulas disana karena aku tidak tega membangunkannya. Namun, aku berpikir alangkah lebih baik jika aku membangunkannya dan menyuruh ia untuk tidur di kamarnya yang terdapat kasur empuk nan nyaman.
Aku tidak langsung membangunkan ayahku karena aku sedang sakit perut yang rasanya seperti ditusuk-tusuk paku. Mungkin sakit perut ini dari akibat aku terlalu banyak permen di sekolah. Meskipun aku terlihat gemuk dan sehat namun ketika aku mengunyah sesuatu yang sangat manis membuat perutku seakan-akan berada di bawah tekanan sakaratul maut. Aku langsung saja menuju ke WC untuk meredakan sakit perutku.
Ketika sedang khusyuk-khusyuknya di WC terlintas dipikiranku mungkinkah ayahku terbaring di lantai itu bukan karena tertidur namun terkena penyakit sehingga ia terpingsan.
“Astaghfirullaaaahh..” sebutku sambil menggelengkan kepala berharap ilusi burukku itu tidak akan terjadi.
Seusai menuntaskan perbuatan kotorku di WC, aku tidak langsung membangunkan ayahku dari kelelapannya justru aku malah mengganti baju seragamku terlebih dulu yang telah kusam setelah berlelah-lelahan di sekolah sejak pagi.
Ketika aku mengganti pakaianku satu demi satu, terlintas di pikiranku lagi tentang apa yang terjadi dengan ayahku itu. Langsung saja setelah mengganti pakaian aku berlari dan berusaha membangunkan ayahku dari kelelapannya.
“Yah.. ayah.. bangun, pindah tidur gih ke kamar aja” ucapku sambil menggoyang-goyangkan tubuh ayahku. Aku berusaha membaringkan tubuhnya dari posisi tidurnya yang miring dengan sekuat tenaga kuda.
“Haduh ayah, bangun dong, berat ni loh badanmu....” ucapku menggerutu tak karuan.
“Lho eh!!” kaget setengah mati diriku melihat banyaknya darah yang berceceran di sekitar tubuhnya. Sontak aku semakin bersemangat menggoyang-goyangkan tubuhnya dan memanggil namanya.
“Yah.. ayah.. bangun.. bangun dong yah.. ayah kenapa?? Bangun..” teriakku sambil menangis dengan derasnya tanpa bisa dibendung dengan apapun.
Aku menangis dengan kerasnya seakan-akan membuat satu RT mendengar suara tangisku. Di saat seperti itu aku mendengar suara motor,itu adalah suara motor ibuku. Aku tidak memperdullikannya dan tetap menangis sembari menggoyang-goyangkan tubuh ayahku berharap ia terbangun dari lelapnya. Mendengar suaraku semakin kencang kudengar ada suara sepatu berlari menuju tempatku, ternyata dia adalah ibuku.
“Dik, kenapa menangis? Ada apa dengan ayahmu? Kok ada darah?”
Aku hanya diam dan tetap menangis. Bibirku sudah kaku untuk mengucapkan sepatah huruf seakan-akan aku seperti bayi yang hanya bisa menangis saja.
“Astaghfirullahal adzim.. yah! ayah! bangun.... tolong!! tolong!!” teriak ibuku berharap ada seseorang didekat rumahku segera membantu ayahku terbangun dari lelapnya.
Aku dan ibuku hanya bisa menangis melihat tetangga-tetanggaku yang menekan dada ayahku seperti orang memompa ban motor. Kulihat tak ada pergerakan dari ayahku sedikitpun. Ia hanya terlentang tak berdaya.
Tetangga-tetanggaku berkata kepada ibuku bahwa ayahku harus segera dibawa ke rumah sakit. Ibuku hanya mengangguk, patuh saja karena ingin melihat suaminya tersadar kembali.
Selang beberapa menit kulihat mobil pamanku sudah parkir di depan rumahku untuk membawa tubuh ayahku menuju ke rumah sakit. Tetangga-tetanggaku mengangtkat tubuh lemas ayahku masuk ke dalam mobil. Hanya beberapa orang saja yang naik ke mobil dan termasuk ibuku. Aku tidak mau ikut karena aku tidak tahan melihat sosok yang kujadikan pahlawan terlihat tak berdaya seperti itu. Aku hanya bis menangis dirumah. Lama-kelamaan air mataku telah habis sehingga berhenti dengan sendirinya. Aku terdiam.
Dalam diamku, ku dengar beberapa orang mengajakku berbicara namun aku hanya diam seribu bahasa. Terasa rongga-rongga mulutku mengering, lidahku kaku, dan bibirku beku membuatku mati rasa.
Kulihat di tempat ayahku terlentang tadi terdapat secarik kertas yang sudah berlumuran darah. Aku mengambil kertas itu dan membacanya.
Nasib itu tidak kulindungi, tapi kutuangkan ke dalam sepi bersama secarik rahasia yang kupendam di inti nurani bumi, bersimbah darah harum melati
Aku bingung dengan kata-kata aneh itu. Penuh majas dan kalimat yang tak bisa kupahami. Kulihat tidak hanya satu kertas saja, ternyata ada banyak kertas yang berserakan berisi kata-kata yang tak kupahami pula. Hanya satu kalimat saja yang bisa kupahami.
Aku berserah, aku berpasrah, jika ini akhir, jadikanlah akhir yang penuh bunga bersiraman air mata kehidupan anak dan istriku
Membaca kalimat itu membuat hatiku hancur berkeping-keping karena kata-kata itu seakan-akan menjadi kata perpisahan antara aku dengan ayahku. Aku ingin lagi menangis namun air mataku telah kering. Hanya sesak saja yang bisa ku rasakan dalam dadaku dan teriak saja yang bisa dilakukan olehku.

“Ayaaaaaaaahhhh!!!!”

Kamis, 07 Desember 2017

Matahari Kehidupan

Gema suara marah menggelora di seberang jalan itu. Menuntut keadilan yang harus segera dimiliki oleh kerumunan orang-orang marah itu. Menyuarakan betapa pentingnya kenaikan upah di saat ekonomi sedang melemah. Mengingatkanku akan kejadian yang harusnya sudah kubuang jauh-jauh ke seberang samudera. Ayah dan ibuku, korban demo yag anarkis 16 tahun yang lalu.
Aku hanyalah orang awam yang tak tahu apa-apa mengenai ekonomi. Belum pernah bekerja, apalagi mendapatkan upah. Jadi, belum bisa merasakan kesedihan yang mereka rasakan. Hanya rasa simpati dan empati yang hanya bisa aku rasakan terhadap mereka.
Aku benar-benar tidak paham dengan kehidupan ekonomi di kota asalku itu setelah beberapa tahun aku berkelana di kota orang. Berkelana sambil menimba ilmu yang entah kapan habisnya. Mungkin sampai akhir hayatku pun tak akan ada habisnya.
Setelah sekian lama aku lelah berkelana di kota orang, Aku rasa sudah waktunya beristirahat sejenak di rumah idamanku, rumah yang selalu mengingatkanku akan kenangan-kenangan indah ketika aku masih seusia biji toge. Di rumah itulah aku mendapatkan beberapa pelajaran kehidupan yang sangat penting dari orang yang sangat berharga bagiku, dialah kakakku, Solihin. Wajar jika hanya dialah satu-satunya orang yang penting dalam hidupku karena ketika aku masih kecil hanya dialah yang mengasuhku hingga aku tumbuh menjadi mahasiswa perkasa.
Ayah dan ibuku telah meninggal ketika kakakku berusia 16 tahun dan pada saat itu pula usiaku baru meginjak 6 tahun. Dulu mereka adalah seorang pekerja buruh di salah satu pabrik sepatu di kotaku. Karena ada suatu hal, mereka beserta ratusan buruh yang lain di PHK secara masal oleh pihak pabrik sehingga membuat amarah para buruh itu meledak hingga menyebabkan situasi yang anarkis. Walaupun beberapa aparat keamanan sudah berjaga di pabrik itu, tak lantas membuat para buruh menyiutkan aksinya untuk melakukan tindak anarkis di pabrik yang telah menendang mereka dengan semena-mena. Mulai dari pembakaran sepatu, pembakaran ban truk, bahkan mobil petinggi pabrik pun ikut di bakar. Aparat keamanan pun tak tinggal diam, langsung saja mereka menyemprotkan gas air mata sambil memukul orang yang terduga sebagai provokator, salah satunya ayahku. Ayahku merupakan penderita serangan jantung jadi kapan saja bisa jantungnya bisa berhenti berdetak, dan di saat tindak anarkis aparat keamanan terhadap ayahku semakin tak terbendungkan, di saat itulah jantung ayahku tidak lagi berdetak untuk selamanya. Saat itu ibuku berunjuk rasa di bagian yang lain. Namun ketika ia melihat di bagian unjuk rasa suaminya telah ricuh dan terjadi tindak anarkisme, langsung saja ia menuju tempat itu dan menyusuri berbagai tempat untuk mencari keberadaan suaminya berada. Ketika ibuku menemukan suaminya telah tergeletak lemas tak berdaya dan telah di gendong oleh aparat yang dapat dikatakan ‘baik’, ia berusaha menyusul suaminya itu. Namun apa daya, baru semeter melangkah di kericuhan ia terkena lemparan botol kaca yang mengenai kepalanya. Air mata ibuku berlinang membasahi pipi yang telah tercampur dengan darah yang keluar dari kepalanya dan di sisi lain ayahku telah menunggu ibuku untuk pergi bersama ke hadapan Tuhan.
Aku ingat betul ketika jenazah ayah dan ibuku di kebumikan, aku sama sekali tak melihat air mata jatuh dari pipi kakakku namun hanya gerakan bibir yang menunjukkan bahwa ia sedang berdoa untuk ayah dan ibuku. Entah mengapa dia tidak menangis, mungkin saja di benar-benar tegar menghadapi takdir Tuhan atau mungkin saja dia telah menghabiskan air matanya tanpa sepengetahuanku.
Sepergian ayah dan ibuku, hanya kakakku yang aku punya, namun karena rasa iba banyak keluarga dari ayah maupun keluarga dari ibuku membantu biaya hidupku dan kakakku. Namun, ada satu hal yang membuatku takjub dengan kehebatan kakakku yaitu sifat mandiri dan pekerja keras. Dengan mengandalkan sifat itu kakakku mampu menjadi orang yang sukses.
“Dik, dengarkan aku, walaupun kita telah menjadi yatim piatu namun kita tidak boleh bergantung pada siapapun, kita harus mandiri, hidup ini berat jika terus-menerus mengandalkan orang lain.”
“Iya kak, tapi bagaimana selanjutnya? Kita sudah tidak memiliki apa-apa.”
“Pasti ada jalan, Allah akan selalu memudahkan orang-orang yang berikhtiar dan bertawakal. Kakak akan mencari kerja sampingan sambil bersekolah, dan kakak berjanji dengan tekat kakak akan menyekolahkanmu hingga masuk perguruan tinggi. Ekonomi di dunia ini memang sulit tapi tidak ada cita-cita yang sulit dicapai.”
“iya.” Jawabku menurut ucapan kakaku.
Kini kakakku sudah benar-benar sukses, sudah memiliki banyak toko sepatu sendiri dan sudah bercabang ke berbagai tempat.
Ketika kami berjalan-jalan ke alun-alun kota, kami menemukan demonstran yang berunjuk rasa kepada pemerintah untuk menaikkan upah buruh. Kakakku hanya diam dan menyepelekan mereka yang melakukan aksi demonstrasi karena tidak mau terlibat dalam situasi yang tidak di inginkan seperti yang telah terjadi pada ayah dan ibu kami.
“Kamu lihat orang-orang tadi kan? Mereka hidup untuk mendapatkan keadilan hidup tapi lupa bagaimana seharusnya manusia itu hidup, yaitu bersyukur. Lihatlah beberapa waktu ke depan, pasti diantara mereka ada salah seorang yang sukses karena paham bagaimmana seharusnya manusia hidup dan ada salah seorang yang gagal karena lupa bagaimana seharusnya manusia itu hidup. Kejadian yang menimpa ayah dan ibu kita dapat dijadikan sebagai contoh mengenai bagaimana hidup itu perlu bersyukur”
“Iya-iya, kalau mau nyindir terus terang aja, jangan bawa-bawa ayah dan ibu juga kali kak..”
“Lah habisnya kamu dari dulu ga berubah-ubah, menimba ilmu aja perhitungan, makanya ilmu yang kamu timba gak masuk otakmu. Jangan lupa bersyukur dengan apa yang sudah kamu miliki sekarang ini”
“iyaaa ah ceramah mulu dari kemarin.” Gertutuku malu.
“Hahahahaha....”
Dengan ajaran yang telah kakakku berikan padaku, membuat tusukan lembut di hatiku betapa pentingnya hal yang sepele seperti bersyukur dapat menjadi matahari kehidupan.

Jumat, 01 Desember 2017

Vacuum Cleaner, Pemudah Kegiatan Ayah dan Ibuku melalui Shopback dan Harbolnas

Namaku Syahrin. Aku adalah seorang mahasiswa di salah satu perguruan tinggi negeri di Kota Semarang. Selama aku berada di kota Semarang, aku meninggalkan kedua orang tuaku yang sudah sepuh di daerah kelahiranku, yaitu Kabupaten Jepara. Ketika aku masih berada di rumah, aku selalu membantu orang tuaku untuk membersihkan seluruh sudut rumah. Namun, ketika aku sudah berada di Kota Semarang, aku sudah tidak bisa lagi membantu orang tuaku untuk membersihkan rumah. Mungkin hanya satu bulan sekali aku bisa membantu orang tuaku membersihkan rumah, itupun apabila aku pulang ke kampung halaman.
Kegiatan yang paling aku sukai ketika membersihkan rumah adalah menyapu. Menyapu adalah hal yang sangat aku sukai karena dengan menyapu, lantai di rumah menjadi bersih dari debu-debu yang kotor. Bahkan, selama aku bertempat di kosku yang berada di Kota Semarang, aku sering sekali membersihkan kamarku dengan cara menyapu.
Ketika aku sedang menyapu di kos, terlintas dipikiranku “pasti orang tuaku di rumah bersih-bersih rumah sendiri”. Dengan pikiran seperti itu, aku merasa sangat bersalah karena tidak dapat membantu orang tuaku bersih-bersih di rumah apalagi orang tuaku kini telah berusia senja, pasti berat bagi orang tuaku untuk membersihkan rumah sendirian.
Untuk memudahkan orang tuaku bersih-bersih rumah aku sangat mengharapkan sebuah teknologi terbaru untuk menggantikan kegiatan menyapu, yaitu penyedot debu (vacuum cleaner). Dengan adanya teknologi itu di rumah, pastinya sangat memudahkan urusan orang tuaku dalam membersihkan setiap sudut rumah. Namun, sepertinya keinginan memiliki teknologi itu hanya khayalan belaka karena aku tidak mempunyai uang yang cukup untuk membeli teknologi yang dapat dikatakan 'mahal' itu.
Pada suatu hari, aku melihat sebuah iklan di suatu media sosial mengenai promo shopback, langsung saja aku membuka website shopback, dan benar saja di dalamnya terdapat promo mendapatkan barang secara gratis khusus bagi pemenang penulisan menarik yang bertemakan “Kontes Blog Kamu Meminta, ShopBack Kabulkan 2017” di blog pribadi pemenang. Tentu saja aku sangat bahagia sekali melihat promo yang berisi kontes tersebut karena dengan adanya kontes tersebut aku bisa membelikan sebuah penyedot debu (Vacuum Cleaner) untuk orang tuaku di rumah supaya dapat memudahkan orang tuaku bersih-bersih rumah.
Mungkin hanya barang inilah yang satu-satunya barang yang ingin saya dapatkan, karena dengan barang ini aku dapat membahagiakan ayah dan ibuku tanpa harus menyusahkan mereka terus menerus.
Aku ingin bercerita sedikit mengenai HARBOLNAS. Harbolnas merupakan momen yang paling ditunggu setiap tahunnya. Kenapa? Karena saat Harbolnas tiba, ratusan pemain e-commerce saling berlomba menggaet pelanggan dengan menawarkan berbagai promo Harbolnas dan diskon gila-gilaan. Hari belanja online nasional yang merupakan singkatan Harbolnas pastinya sudah cukup familiar di telinga masyarakat Indonesia. Sebagai info, sejarah Harbolnas dimulai dari tahun 2012 lalu. Saat event Harbolnas dibuat untuk meningkatkan gairah industri e-commerce di Indonesia.
Untuk tanggal Harbolnas sendiri jatuh pada 12 Desember. Tanggal tersebut dipilih karena Harbolnas adalah awalnya dibuat dari promo bertajuk Harbolnas 1212 (tanggal cantik 12 Desember tahun 2012). Pada Harbolnas 2017 kali ini, pastinya akan ada banyak ratusan pemain e-commerce yang ikut meramaikan. Berbagai jenis promo Harbolnas istimewa akan membuat pengalaman belanja Harbolnas jadi makin seru tahun ini. Saatnya untuk belanja super hemat dengan menikmati diskon spesial hari belanja online nasional 2017. Ada juga sejumlah tips belanja Harbolnas yang bisa kamu ikuti untuk mendapat berbagai keuntungan tambahan saat berbelanja pada Harbolnas Desember 2017 ini.
Inilah akhir dari cerita di artikelku. Inti dalam artikel ini memuat barang impianku yaitu “Modena VC1350 Vacuum Cleaner Basah & Kering” yang bisa aku beli di “lazada”.

Sponsored by:
https://www.shopback.co.id

Link e-commerce:
https://www.shopback.co.id/lazada

Link barang impianku:
https://www.lazada.co.id/modena-vc-1350-vacuum-cleaner-basah-dan-kering-15857717.html?spm=a2o4j.search.0.0.5173a7cdKfm18j&ff=1&time=1512921074