Senin, 26 Desember 2016

Menyimak Sebagai Suatu Poses

      Komunikasi memiliki makna hubungan. Komunikasi antarmanusia dapat diartikan sebagai hubungan antarsesama dengan cara mengirim dan menerima pesan dengan menggunakan alat berupa bahasa. Di dalam kegiatan komunikasi itu, manusia menyampaikan pikiran dan perasaannya kepada mitra bicaranya. Pengirim atau penyampai pesan, pikiran/ide/gagasan itu disebut komunikator, sedangkan penerima pesan disebut komunikan. Dengan kata lain, penyampai pesan atau pembicara disebut komunikator dan penerima pesan atau penyimak disebut komunikan.  

      Banyak orang berpendapat bahwa menyimak merupakan kegiatan yang bersifat pasif. Pendapat ini didasarkan pada kenyataan bahwa fisik seseorang yang sedang menyimak tidak menunjukkan kegiatan yang aktif atau melakukan gerakan-gerakan anggota tubuh. Ini merupakan suatu pandangan yang keliru bila menafsirkan suatu kegiatan yang bersifat aktif dengan cara memandang ada atau tidaknya suatu gerakan fisik yang tampak. 

        Suatu kegiatan dikatakan aktif sebenarnya didahului oleh kegiatan mental. Fisik seseorang bergerak juga didasari oleh kegiatan mental tersebut. Seorang anak yang kurang menggerakkan anggota badannya, tetapi dia cerdas, tidak dapat dikatakan bahwa dia seorang anak yang pasif. Jadi, bila ada siswa Anda yang sedikit sekali menggerakkan anggota badannya jangan memvonis bahwa siswa tersebut pasif walaupun tidak berarti boleh membiarkan hal itu terus berlangsung. 

         Demikian pula halnya dengan kegiatan berbahasa. Dalam menyimak dan membaca, seseorang memang tidak dituntut untuk mengaktifkan psikomotornya, tetapi bukan berarti aspek-aspek mentalnya pun tidak ikut aktif. Dalam memahami pesan yang disimaknya, penyimak harus mengaktifkan syaraf-syaraf otak dengan sungguh-sungguh untuk mampu mengolah pengetahuan-pengetahuan yang ada dan menghubungkannya dengan bahan simakan sehingga dapat menangkap pesan yang disampaikan pembicara. Pada dasarnya menyimak adalah kegiatan mendengarkan bunyi-bunyi yang disertai dengan usaha memahami. Ini berarti bahwa menyimak diawali dengan kegiatan mendengarkan yang pada akhirnya penyimak memperoleh hasil dari apa yang disimaknya. 

       Uraian di atas menunjukkan bahwa menyimak merupakan suatu kegiatan yang memerlukan proses karena dalam proses menyimak minimal melalui tahapan-tahapan mendengarkan, memahami, dan menafsirkan. Dengan demikian, menyimak dapat dipandang sebagai kegiatan mental. Itulah sebabnya menyimak dikatakan bersifat aktif-reseptif. 

         Sehubungan dengan menyimak sebagai suatu proses, para ahli umumnya sependapat bahwa menyimak adalah suatu kegiatan yang memerlukan proses. Loban dkk., dalam Tarigan (1986) membagi menyimak atas 3 aspek, yaitu comprehending (memahami), interpreting (menginterpretasikan), dan evaluating (menilai atau mengevaluasi). 

       Sedangkan Logan, dkk. (1972:39) membagi tahap-tahap menyimak menjadi 4 sebagai berikut. 
1. Hearing (mendengar). 
2. Understanding (memahami). 
3. Evaluating (menilai). 
4. Responding (mereaksi). 

       Ahli lain, yaitu Morris (1964: 701 -702) membagi proses menyimak menjadi 5 tahap sebagai berikut. 
1. Hearing (mendengar). 
2. Attention (perhatian). 
3. Perception (menafsirkan). 
4. Evaluation (menilai). 
5. Response atau reaction (mereaksi). 

      Penjelasan tahap-tahap menyimak tersebut dapat dirangkum, seperti berikut ini. 
1. Tahap Mendengar 
Pada tahap ini penyimak baru mendengar segala sesuatu yang dikemukakan oleh pembicara dalam ujaran-ujaran atau pembicaraannya.
2. Tahap Memahami 
Setelah ujaran-ujaran masuk ke telinga, penyimak berusaha untuk memahami isi ujaran atau pembicaraan dengan cara mengolah bunyi-bunyi bahasa menjadi satuan bahasa yang bermakna. 
3. Tahap Menginterpretasi 
Setelah penyimak memahami makna ujaran pembicara, penyimak berusaha untuk menafsirkan isi atau maksud pembicaraan. Apakah ujaran bermakna tersurat atau ada makna tersirat di balik ujaran-ujarannya. Jelasnya penyimak mengerti makna dan maksud yang terkandung dalam pembicaraan tersebut 
4. Tahap Mengevaluasi 
Tahap menginterpretasi atau menafsirkan dilanjutkan dengan tahap menilai atau mengevaluasi. Penyimak yang baik tidak asal menerima apa-apa yang disimaknya, tetapi dia akan menilai di mana keunggulan dan kelemahan, kebaikan, dan kekurangan sang pembicara sehingga pesan, gagasan, atau pendapat pembicara dianggapnya pantas untuk diterima atau harus ditolaknya. 
5. Tahap Menanggapi 
Tahap menanggapi merupakan tahap yang berada pada tingkat yang lebih tinggi. Di sini, penyimak mulai menggunakan kesempatan untuk berganti peran dengan pembicara. Pada tahap ini, penyimak mengungkapkan hasil akhir dari kegiatan menyimaknya. Penyimak akan mengatakan setuju atau tidak setuju atas isi pembicaraan yang diujarkan pembicara.

      Untuk sampai pada tahap menyimak yang lebih tinggi tingkatannya. Michael Rost (1991: 4 - 5) menuliskan bahwa seorang penyimak harus memiliki kemampuan sebagai berikut. 
1. Membedakan bunyi-bunyi. 
2. Membentuk suku-suku kata menjadi kata. 
3. Mengidentifikasi kelompok-kelompok kata. 
4. Mengidentifikasi unsur-unsur pragmatik, seperti ekspresi, teman bicara, tempat, waktu, dan tujuan. 
5. Memperhatikan aspek-aspek linguistik dan paralinguistik (intonasi atau tekanan) dan aspek-aspek di luar linguistik. 
6. Memanfaatkan pengetahuan yang telah dimiliki yang berhubungan dengan isi ujaran yang sedang disimak sehingga dapat memprediksi dan menangkap makna dengan tepat. 
7. Memahami kata-kata dan gagasan atau ide-ide pokok yang disampaikan secara tersurat maupun tersirat. 

        Lebih lanjut Rost menjelaskan bahwa seseorang dikatakan berhasil dalam menyimak jika dia mampu menghubungkan/menggunakan kemampuan-kemampuan tersebut. Kemampuan di atas dikelompokkan menjadi 3 sebagai berikut. 
1. Kemampuan memahami. 
2. Kemampuan menganalisis. 
3. Kemampuan mengidentifikasi.

      Kemampuan-kemampuan tersebut digambarkan dalam diagram berikut.

   Gambar 1.7

         Masih dalam pembahasan menyimak sebagai suatu proses, Tarigan memberi penjelasan sebagai berikut. Seseorang yang terlibat dalam kegiatan/proses menyimak akan menggunakan paling sedikit 3 kemampuan. Pertama, kemampuan memusatkan perhatian. Kemampuan ini digunakan untuk mengidentifikasi bunyi-bunyi bahasa. Bunyi bahasa yang sudah diidentifikasi ini perlu ditafsirkan dengan menggunakan kemampuan kebahasaan (linguistik), kemampuan ini merupakan kemampuan kedua yang harus dimiliki seorang penyimak. Sesudah menafsirkan makna, makna tersebut perlu diuji atau dipertimbangkan. Dalam menguji dan mempertimbangkan makna, penyimak perlu memiliki kemampuan ketiga, yaitu kemampuan menilai atau memverifikasi. Apabila proses ini selesai maka sampailah pada kemampuan terakhir, yaitu menentukan sikap, menolak atau menerima makna yang terkandung dalam bunyi-bunyi bahasa tersebut yang telah membentuk menjadi gagasan yang utuh dan bermakna.

         Dalam hal ini Sabarti (1992: 149) menjelaskan bahwa untuk melakukan kegiatan menyimak, seseorang perlu memiliki sejumlah kemampuan. Kemampuan-kemampuan itu digunakan sesuai dengan aktivitas menyimak. Pada saat mendengar dan menangkap bunyi bahasa, penyimak harus menggunakan kemampuan memusatkan perhatian dan kemampuan menangkap bunyi bahasa. Di samping itu, penyimak juga harus memiliki kemampuan linguistik yang memadai sesuai dengan bahan atau materi yang disimak.
   
          Dari seluruh uraian ini dapat disimpulkan bahwa dalam menyimak, penyimak perlu memiliki kemampuan: 
1. memusatkan perhatian; 
2. menangkap bunyi; 
3. mengingat; 
4. linguistik;
5. nonlinguistik; 
6. menilai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar