Senin, 26 Desember 2016

Hakikat Menulis

      Menulis arti pertamannya ialah membuat huruf, angka, nama, dan sesuatu tanda kebahasaan apa pun dengan sesuatu alat tulis pada suatu halaman tertentu. Kini dalam pengertiannya yang luas menulis merupakan kata sepadan yang mempunyai arti yang sama seperti mengarang (The Liang Gie, 2002: 3). 

        Menulis merupakan sebuah proses kreatif menuangkan gagasan dalam bentukbahasa tulis untuk tujuan, misalnya memberi tahu, meyakinkan, atau menghibur. Hasil dari proses kreatif ini biasa disebut dengan istilah karangan atau tulisan. Mathedu Unila, (http://definisi-pengertian.blogspot.com/2010/04/ pengertian-menulis.html).

         Menulis dapat juga didefinisikan sebagai suatu kegiatan penyampaian pesan(komunikasi) dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau medianya. Pesan adalah isi atau muatan yang terkandung dalam suatu tulisan. Tulisan merupakan sebuah simbol atau lambang bahasa yang dapat dilihat dan disepakati pemakainya. Dengan demikian, dalam komunikasi tulis paling tidak terdapat empat unsur yang terlibat: penulis sebagai penyampai pesan (penulis), pesan atau isi tulisan, saluran atau media berupa tulisan, dan pembaca sebagai penerima pesan (Suparno, 2006: 1.3). 

              Menulis adalah kegiatan memaparkan isi jiwa, pengalaman, dan penghayatan dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alatnya. Kemampuan orang memakai bahasa tulis sebagai wadah, alat, dan media untuk memaparkan isi jiwa serta pengalaman disebut kemampuan menulis (M. Silitonga dkk, 1984: 9). Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif (H.G. Tarigan, 2008: 3). Menulis juga diartikan sebagai suatu proses kegiatan pikiran manusia yang hendak mengungkapkan kandungan jiwanya kepada orang lain atau kepada diri sendiri dalam tulisan (Widyamartaya, 1991: 9). Sementara itu Lado (1979:143) dalam buku H.G. Tarigan yang berjudul Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa (2008: 22) mengemukakan bahwa menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang-orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu.

               Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis mengacu kepada pendapat Suparno (2006) yang menyatakan bahwa menulis merupakan suatu kegiatan penyampaian pesan (komunikasi) dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau medianya.

                Selain itu, agar penyampaian pesan itu dapat diterima dan dipahami oleh pembaca, ada beberapa hal yang perlu dikuasai oleh seseorang (penulis), yaitu:
a. Menguasai isi karangan, yaitu kemampuan untuk menguasai ide atau gagasan yang dikemukakan;
b. menguasai bentuk-bentuk karangan, yaitu kemampuan menyusun dan menyajikan isi karangan;
c. menguasai tata bahasa, yaitu menguasai tata bahasa, bentuk-bentuk tata bahasa, dan pola kalimat;
d. menguasai gaya bahasa, yaitu kemampuan menulis struktur dan kosa kata untuk memberikan nada dan warna tertentu dalam karangan;
e. Menguasai ejaan atau tanda baca, yaitu kemampuan menggunakan tata cara penulisan yang sesuai dengan kaidah dalam bahasa (Amran Halim, 1984:100).

Tujuan dan Fungsi Menulis

             Setiap kita akan melakukan sesuatu hal, tentu kita memiliki tujuan tertentu mengapa hal itu kita lakukan. Begitu pula dengan kegiatan menulis. Pada dasarnya menulis bertujuan untuk mengungkapkan pikiran, gagasan, dan maksud kepada orang lain secara jelas dan efektif. Setiap tulisan memiliki tujuannya masing-masing, namun secara umum Tarigan (2008) mengemukakan tujuan menulis yaitu:
a) memberitahukan atau mengajar;
b) meyakinkan atau mendesak;
c) menghibur atau menyenangkan;
d) mengutarakan atau mengekspresikan perasaan atau emosi yang berapi-api.

           Kegiatan yang kita lakukan pada akhirnya pasti akan mamiliki fungsi tersendiri baik bagi diri kita sendiri maupun orang lain, sama halnya dengan kegiatan menulis. Fungsi menulis diantaranya yaitu:
1) memperdalam suatu ilmu dan penggalian hikmah-hikmah pengalaman;
2) membuktikan sekaligus menyadari potensi ilmu pengetahuan, ide, dan pengalaman hidupnya;
3) bisa mengembangkan hidupnya dan ilmu pengetahuan serta idenya yang berguna bagi masyarakat;
4) untuk meningkatkan prestasi kerja serta memperluas media profesi;
5) memperlancar mekanisme kerja serta masyarakat intelektual, dialog ilmu pengetahuan dan humaniora, pelestarian, pengembangan, dan penyempurnaan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai humaniora tersebut (Widyamartaya, 1991: 130).

Ragam Tulisan atau Karangan

Suparno dalam bukunya Keterampilan Dasar Menulis (2006) mengklasifikasikan karangan menjadi lima bagian sebagai berikut.

1. Deskripsi (Pemerian)
Deskripsi adalah ragam karangan yang melukiskan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan kesan-kesan dari pengamatan, pengalaman, dan perasaan penulisnya. Sasarannya adalah menciptakan atau memungkinkan terciptanya imajinasi (daya khayal) pembaca sehingga dia seolah-olah melihat, mengalami, dan merasakan sendiri apa yang dialami penulisnya.

Contoh 1
Kuamati penampilanku sendiri pada cermin besar itu. Tampak di sebrang kaca, seorang pemuda berwajah kasar, sepasang mata menyala-nyala, bergairah, tapi dalam lingkungan roman muka yang...ya, siapa pun tidak perlu berkhayal terlalu jauh untuk mampu menemukan persamaannya dengan moncong seekor anjing Buldog. Tidak itu saja, tubuh yang kukuh kekar, pendek berotot, lengan dengan bisep bak paha pemain sepak bola, dada bidang, menambah-nambah imajinasi orang yang melihatnya, bahwa aku ini tak ubahnya seperti seekor anjing buldog. (Pandir Kelana, Suro Buldog Orang Buangan Tanah Merah dalam Suparno,
2006).

Kutipan di atas menggambarkan fisik tokoh aku dalam Suro Buldog Orang Buangan Tanah Merah yang memiliki kemiripan wajah dan kekekaran tubuh dengan anjing Buldog.

2. Narasi (Penceritaan atau Pengisahan)
Narasi adalah ragam karangan yang menceritakan proses kejadian suatu peristiwa. Sasarannya adalah memberikan gambaran yang sejelas-jelasnya kepada pembaca mengenai fase, langkah, urutan, atau rangkaian terjadinya sesuatu hal. Bentuk karangan ini dapat kita temukan misalnya pada karya prosa atau drama, biografi atau autobiografi, laporan peristiwa, serta resep atau cara membuat dan melakukan sesuatu hal.

Contoh 2
Sepuluh menit segera berlalu. Tapi Sandra, 10 tahun, belum menulis sepatah kata pun di kertasnya. Ia memandang keluar jendela. Ada dahan bergetar ditiup angin yang kencang. Ingin rasanya ia lari keluar kelas, meningkan kenyataan yang sedang bermain di kepalanya. Kenyataan yang terpaksa diingatnya karena Ibu Guru Tati menyuruhnya berpikir tentang Keluarga Kami yang Bahagia, Liburan ke Rumah Nenek, dan Ibu. Sandra memendang Ibu Guru Tati dengan benci. (Kiftiawati Sulistyo, 2006: 64)

3. Eksposisi (Paparan)
Eksposisi adalah ragam karangan yang dimaksudkan untuk menerangkan,menyampaikan, atau menguraikan sesuatu hal yang dapat memperluas atau menambah pengetahuan dan pandangan pembacanya. Sasarannya adalah menginformasikan sesuatu tanpa ada maksud mempengaruhi pikiran, perasaan, dan sikap pembacanya. Fakta dan ilustrasi yang disampaikan penulis sekedar memperjelas apa yang akan disampaikannya.

Contoh 3
Di wilayah tersebut dibangun rumah mewah dan rumah sederhana. Rumah mewah ialah rumah yang menyediakan fasilitas lengkap dengan bahan bangunan yang berkualitas, sedangkan, rumah sederhana tidak dilengkapi dengan fasilitas dan bahan bangunannya berkualitas rendah. (Susi Lestiyorini, 2008: 250)

4. Argumentasi (Pembahasan atau Pembuktian)
Argumentasi adalah ragam karangan yang dimaksudkan untuk meyakinkan pembaca mengenai kebenaran yang disampaikan oleh penulisnya. Karena tujuannya meyakinkan pendapat atau pemikiran pembaca, maka penulis akan menyajikan secara logis, kritis, dan sistematis bukti-bukti yang dapat memperkuat keobjektifan dan kebenaran yang disampaikannya sehingga dapat menghapus konflik dan keraguan pembaca terhadap pendapat penulis. Corak karangan seperti ini adalah hasil penilaiaan, pembelaan, dan timbangan buku.

Contoh 4
Alat komunikasi utama untuk mengantarkan pengetahuan ialah bahasa, baik lisan maupun tulisan. Penemuan-penemuan baru dalam usaha mengembangkan ilmu pengetahuan perlu diumumkan dalam bentuk tulisan (bahasa tulis) yang dapat dipahami oleh pembacanya tanpa menimbulkan keraguan penafsiran, betapapun taraf ilmu yang hendak dikomunikasikan, bahasa pengantarnya harus mampu mengemukakan setiap pengertian mengenai ilmu itu tanpa menimbulkan adanya kemungkinan penafsiran ganda. Bahasa pengantar itu harus memenuhi syarat dan pemakainya juga harus menguasai penggunaan semua kaidah bahasa pengantar itu dengan sebaik-baiknya. Oleh karna itu, bagi penguasaaan dan pengembangan ilmu pengetahuan itu terlebih dahulu kita perlu menguasai seluk-beluk bahasa yang dipakai sebagai alat komunikasi. (Suparno, 2006: 5.57)

5. Persuasi
Persuasi adalah ragam karangan yang ditujukan untuk mempengaruhi sikap dan pendapat pembaca mengenai sesuatu hal yang disampaikan penulisnya. Berbeda dengan argumentasi yang pendekatannya bersifat rasional dan diarahkan untuk mencapai suatu kebenaran, persuasi lebih menggunakan pendekatan emosional. Seperti argumentasi, persuasi juga menggunakan bukti atau fakta. Hanya saja, dalam persuasi bukti-bukti itu digunakan seperlunya atau kadang-kadang dimanipulasi untuk menimbulkan kepercayaan pada diri pembaca bahwa apa yang disampaikan si penulis itu benar. Contoh karangan ini adalah propaganda, iklan, selebaran, atau kampanye.

Contoh 5
Kecantikan wajah adalah sebuah karunia. Oleh sebab itu, sebaiknya Anda jangan coba-coba bereksperimen dengan berbagai macam kosmetik yang belum terbukti kualitasnya. Selama lebih dari 30 tahun, Viva Cosmetics telah membuktikan keunggulannya dalam merawat wajah wanita Indonesia. Dan memang hanya Viva Cosmetics yang memiliki formula paling sesuai untuk kulit wajah wanita daerah tropis. Bila produk-produk perawatan wajah Viva Cosmetics begitu menghargai kecantikan wajah Anda, tidakkah Anda menghargai kecantikan wajah Anda sendiri? (Suparno, 2006: 5.60)


         Brooks dan Warren, berdasarkan bentuknya, membuat klasifikasi sebagai berikut.
1. Ekposisi yang mencakup:
    a) komparasi dan kontras;
    b) ilustrasi;
    c) klasifikasi;
    d) definisi;
    e) analisis.
2. Persuasi.
3. Argumentasi.
4. Deskripsi (Brooks dan Warren dalam Tarigan, 2008: 29).

          Berdasarkan bentuknya, Weayer juga membuat klasifikasi sebagai berikut.
1. Eksposisi yang mencakup:
    a) definisi;
    b) analisis.
2. Deskripsi yang mencakup:
    a) deskripsi ekspositori;
    b) deskripsi literal.
3. Narasi yang mencakup:
    a) urutan waktu;
    b) motif;
    c) konflik;
    d) titik pandangan;
    e) pusat minat.
4. Argumentasi yang mencakup:
    a) induksi;
    b) deduksi (Weayer dalam Tarigan, 2008: 28).

Menyimak Sebagai Suatu Poses

      Komunikasi memiliki makna hubungan. Komunikasi antarmanusia dapat diartikan sebagai hubungan antarsesama dengan cara mengirim dan menerima pesan dengan menggunakan alat berupa bahasa. Di dalam kegiatan komunikasi itu, manusia menyampaikan pikiran dan perasaannya kepada mitra bicaranya. Pengirim atau penyampai pesan, pikiran/ide/gagasan itu disebut komunikator, sedangkan penerima pesan disebut komunikan. Dengan kata lain, penyampai pesan atau pembicara disebut komunikator dan penerima pesan atau penyimak disebut komunikan.  

      Banyak orang berpendapat bahwa menyimak merupakan kegiatan yang bersifat pasif. Pendapat ini didasarkan pada kenyataan bahwa fisik seseorang yang sedang menyimak tidak menunjukkan kegiatan yang aktif atau melakukan gerakan-gerakan anggota tubuh. Ini merupakan suatu pandangan yang keliru bila menafsirkan suatu kegiatan yang bersifat aktif dengan cara memandang ada atau tidaknya suatu gerakan fisik yang tampak. 

        Suatu kegiatan dikatakan aktif sebenarnya didahului oleh kegiatan mental. Fisik seseorang bergerak juga didasari oleh kegiatan mental tersebut. Seorang anak yang kurang menggerakkan anggota badannya, tetapi dia cerdas, tidak dapat dikatakan bahwa dia seorang anak yang pasif. Jadi, bila ada siswa Anda yang sedikit sekali menggerakkan anggota badannya jangan memvonis bahwa siswa tersebut pasif walaupun tidak berarti boleh membiarkan hal itu terus berlangsung. 

         Demikian pula halnya dengan kegiatan berbahasa. Dalam menyimak dan membaca, seseorang memang tidak dituntut untuk mengaktifkan psikomotornya, tetapi bukan berarti aspek-aspek mentalnya pun tidak ikut aktif. Dalam memahami pesan yang disimaknya, penyimak harus mengaktifkan syaraf-syaraf otak dengan sungguh-sungguh untuk mampu mengolah pengetahuan-pengetahuan yang ada dan menghubungkannya dengan bahan simakan sehingga dapat menangkap pesan yang disampaikan pembicara. Pada dasarnya menyimak adalah kegiatan mendengarkan bunyi-bunyi yang disertai dengan usaha memahami. Ini berarti bahwa menyimak diawali dengan kegiatan mendengarkan yang pada akhirnya penyimak memperoleh hasil dari apa yang disimaknya. 

       Uraian di atas menunjukkan bahwa menyimak merupakan suatu kegiatan yang memerlukan proses karena dalam proses menyimak minimal melalui tahapan-tahapan mendengarkan, memahami, dan menafsirkan. Dengan demikian, menyimak dapat dipandang sebagai kegiatan mental. Itulah sebabnya menyimak dikatakan bersifat aktif-reseptif. 

         Sehubungan dengan menyimak sebagai suatu proses, para ahli umumnya sependapat bahwa menyimak adalah suatu kegiatan yang memerlukan proses. Loban dkk., dalam Tarigan (1986) membagi menyimak atas 3 aspek, yaitu comprehending (memahami), interpreting (menginterpretasikan), dan evaluating (menilai atau mengevaluasi). 

       Sedangkan Logan, dkk. (1972:39) membagi tahap-tahap menyimak menjadi 4 sebagai berikut. 
1. Hearing (mendengar). 
2. Understanding (memahami). 
3. Evaluating (menilai). 
4. Responding (mereaksi). 

       Ahli lain, yaitu Morris (1964: 701 -702) membagi proses menyimak menjadi 5 tahap sebagai berikut. 
1. Hearing (mendengar). 
2. Attention (perhatian). 
3. Perception (menafsirkan). 
4. Evaluation (menilai). 
5. Response atau reaction (mereaksi). 

      Penjelasan tahap-tahap menyimak tersebut dapat dirangkum, seperti berikut ini. 
1. Tahap Mendengar 
Pada tahap ini penyimak baru mendengar segala sesuatu yang dikemukakan oleh pembicara dalam ujaran-ujaran atau pembicaraannya.
2. Tahap Memahami 
Setelah ujaran-ujaran masuk ke telinga, penyimak berusaha untuk memahami isi ujaran atau pembicaraan dengan cara mengolah bunyi-bunyi bahasa menjadi satuan bahasa yang bermakna. 
3. Tahap Menginterpretasi 
Setelah penyimak memahami makna ujaran pembicara, penyimak berusaha untuk menafsirkan isi atau maksud pembicaraan. Apakah ujaran bermakna tersurat atau ada makna tersirat di balik ujaran-ujarannya. Jelasnya penyimak mengerti makna dan maksud yang terkandung dalam pembicaraan tersebut 
4. Tahap Mengevaluasi 
Tahap menginterpretasi atau menafsirkan dilanjutkan dengan tahap menilai atau mengevaluasi. Penyimak yang baik tidak asal menerima apa-apa yang disimaknya, tetapi dia akan menilai di mana keunggulan dan kelemahan, kebaikan, dan kekurangan sang pembicara sehingga pesan, gagasan, atau pendapat pembicara dianggapnya pantas untuk diterima atau harus ditolaknya. 
5. Tahap Menanggapi 
Tahap menanggapi merupakan tahap yang berada pada tingkat yang lebih tinggi. Di sini, penyimak mulai menggunakan kesempatan untuk berganti peran dengan pembicara. Pada tahap ini, penyimak mengungkapkan hasil akhir dari kegiatan menyimaknya. Penyimak akan mengatakan setuju atau tidak setuju atas isi pembicaraan yang diujarkan pembicara.

      Untuk sampai pada tahap menyimak yang lebih tinggi tingkatannya. Michael Rost (1991: 4 - 5) menuliskan bahwa seorang penyimak harus memiliki kemampuan sebagai berikut. 
1. Membedakan bunyi-bunyi. 
2. Membentuk suku-suku kata menjadi kata. 
3. Mengidentifikasi kelompok-kelompok kata. 
4. Mengidentifikasi unsur-unsur pragmatik, seperti ekspresi, teman bicara, tempat, waktu, dan tujuan. 
5. Memperhatikan aspek-aspek linguistik dan paralinguistik (intonasi atau tekanan) dan aspek-aspek di luar linguistik. 
6. Memanfaatkan pengetahuan yang telah dimiliki yang berhubungan dengan isi ujaran yang sedang disimak sehingga dapat memprediksi dan menangkap makna dengan tepat. 
7. Memahami kata-kata dan gagasan atau ide-ide pokok yang disampaikan secara tersurat maupun tersirat. 

        Lebih lanjut Rost menjelaskan bahwa seseorang dikatakan berhasil dalam menyimak jika dia mampu menghubungkan/menggunakan kemampuan-kemampuan tersebut. Kemampuan di atas dikelompokkan menjadi 3 sebagai berikut. 
1. Kemampuan memahami. 
2. Kemampuan menganalisis. 
3. Kemampuan mengidentifikasi.

      Kemampuan-kemampuan tersebut digambarkan dalam diagram berikut.

   Gambar 1.7

         Masih dalam pembahasan menyimak sebagai suatu proses, Tarigan memberi penjelasan sebagai berikut. Seseorang yang terlibat dalam kegiatan/proses menyimak akan menggunakan paling sedikit 3 kemampuan. Pertama, kemampuan memusatkan perhatian. Kemampuan ini digunakan untuk mengidentifikasi bunyi-bunyi bahasa. Bunyi bahasa yang sudah diidentifikasi ini perlu ditafsirkan dengan menggunakan kemampuan kebahasaan (linguistik), kemampuan ini merupakan kemampuan kedua yang harus dimiliki seorang penyimak. Sesudah menafsirkan makna, makna tersebut perlu diuji atau dipertimbangkan. Dalam menguji dan mempertimbangkan makna, penyimak perlu memiliki kemampuan ketiga, yaitu kemampuan menilai atau memverifikasi. Apabila proses ini selesai maka sampailah pada kemampuan terakhir, yaitu menentukan sikap, menolak atau menerima makna yang terkandung dalam bunyi-bunyi bahasa tersebut yang telah membentuk menjadi gagasan yang utuh dan bermakna.

         Dalam hal ini Sabarti (1992: 149) menjelaskan bahwa untuk melakukan kegiatan menyimak, seseorang perlu memiliki sejumlah kemampuan. Kemampuan-kemampuan itu digunakan sesuai dengan aktivitas menyimak. Pada saat mendengar dan menangkap bunyi bahasa, penyimak harus menggunakan kemampuan memusatkan perhatian dan kemampuan menangkap bunyi bahasa. Di samping itu, penyimak juga harus memiliki kemampuan linguistik yang memadai sesuai dengan bahan atau materi yang disimak.
   
          Dari seluruh uraian ini dapat disimpulkan bahwa dalam menyimak, penyimak perlu memiliki kemampuan: 
1. memusatkan perhatian; 
2. menangkap bunyi; 
3. mengingat; 
4. linguistik;
5. nonlinguistik; 
6. menilai.