Selasa, 07 Juni 2016

Kisah Bahagia yang Terpenjara

Waktu sudah menunjukkan pukul 12.00 malam ketika seorang gadis kecil berambut jagung masih terjaga di dalam kamarnya. Dengan lincah tangan mungilnya menorehkan coretan-coretan tinta berbagai warna yang meriah pada selembar kertas putih yang polos. Hima, nama gadis cilik itu, terus saja menumpahkan segala imajinasi yang ia miliki, membuat sketsa-sketsa anime kegemarannya.
Setelah beberapa menit, kini sebuah gambar anime yang lucu telah tercipta dengan sempurna, setidaknya menurut Hima. Puas dengan hasil karyanya, ia menyunggingkan senyum manis di wajahnya yang innocent. Hima sedang mencari lem untuk menempelkan gambar itu di dinding kamarnya, ketika terdengar suara derit pintu yang terbuka.
“Hima, kau belum tidur sayang?” Seseorang bertanya dengan suaranya yang halus.
“Egh, Mama? Aku tidak bisa tidur.” Jawab Hima.
“Kenapa? Besok kan Hima harus sekolah.” Mama mendekat dan mengelus pucuk kepala putrinya yang masih berusia 8 tahun.
“hm, entahlah ma. Mungkin gara-gara tadi siang Hima minum kopi, makanya susah tidur.” Ucap Hima sekenanya. Ia sudah selesai menempel gambarnya. Mama tersenyum mendengar jawaban putrinya itu. Perhatiannya kini teralih pada sebuah gambar yang baru terpajang di sisi kamar.
“Wah, gambarnya bagus sekali sayang. Tapi sebaiknya kamu tidak menggambar itu di tengah malam seperti ini. Ayo, sekarang kamu tidur ya” Bujuknya pada Hima.
Setelah mengecup kening putrinya, mama berjalan keluar kamar. Di dalam kamar, mama menghela napas panjang, ia tahu betul putrinya itu sangat terobsesi dengan hal-hal yang berbau anime. Terutama serial anime “Naruto Shippuden” yang sering tayang di TV. Saking gemarnya, anaknya itu bahkan rela mengabaikan jam tidur berharga pun waktu bermain yang ia punya hanya untuk menggambar, membaca, atau menonton serial anime favoritnya itu.
Awalnya, mama berpikir itu hal yang biasa untuk anak seumuran Hima. Hanya saja, akhir-akhir ini ada hal aneh yang terjadi menurut mama. Sering ia mendengar Hima berbicara sendiri saat tengah malam, atau kadang dia juga terlihat mengajak berbicara kartun apapun yang ditemuinya. Di bungkus makanan, sampul buku, majalah anak, semua kartun yang ia lihat akan diajaknya berbicara. Tentu hal ini membuat mama khawatir, ia takut terjadi sesuatu yang buruk pada kondisi psikis putri semata wayangnya.
Sementara itu di tempat lain..
“Hei kalian, bangunlah! Sudah aman.” Hima memegang beberapa lembar kertas yang berisi gambar anime. Diaturnya gambar tersebut di lantai kamarnya. Ekor matanya melirik jam dinding. ‘Masih pukul 12.25, setidaknya aku masih punya waktu untuk berkunjung ke Konoha.’ Ujarnya dalam hati.
Tak lama kemudian, terlihat kertas-kertas itu bergerak. Lalu gambar anime yang semula hanya terdiam mulai beranjak bangun dari pembaringannya di dalam kertas.
“Kau sudah siap Hima?” sesosok anime berhelaian pink dengan iris emerald yang indah berdiri di hadapan Hima.
“Tentu, Sakura! Aku sudah tidak sabar berkunjung kembali ke desa Konoha” Hima mendesis kecil. Takut suaranya terdengar oleh mama.
“Tch, cepat sedikit.. kita sudah tidak punya banyak waktu.” Ucap anime yang satunya lagi dengan wajah datar.
“Hey Sasuke, jangan sinis begitu donk!” Anime yang memiliki wajah serupa kucing ini dengan cengirannya yang lebar menepuk pundak sahabatnya.
“Kalau begitu ayo kita pergi sekarang. Sasuke, Naruto, kalian cepat buka jutsu penyegel dunia manusia!” Perintah sakura pada kedua rekannya.
“Baiklah, bersiaplah Sasuke!” Naruto, anime berambut mirip durian itu segera membuat beberapa gerakan jutsu penyegel.
“Hn” Sasuke menjawab dengan track-mard andalannya.
“Yora, pegang tanganku” Sakura meraih jemari Hima.
“RIKUDOU: CHIBAKU TENSEI NO JUTSUUU!!!” Teriak Naruto dan Sasuke bersamaan. Lalu sekelebat asap muncul seketika, membawa Hima dan ketiga sosok anime tersebut melesat melewati ruang waktu menuju ke sebuah dunia anime. Dunia yang tak pernah masuk ke alam rasional otak manusia.
Keesokan harinya, Hima menceritakan pengalamannya semalam dengan teman-teman sekelasnya. Dan hasilnya hanya suara teman-temannya yang tertawa mengejek. Mereka menyangka Hima sudah gila.
“Hei Hima, jangan karena kamu sangat menyukai anime malah kamu berubah menjadi pengkhayal tingkat dewa! Haha.. dasar aneh.” Ejek Sora sambil menyilangkan kedua tangannya di dada.
“Benar.. aku tidak bohong! Mereka itu benar-benar ada, dan hidup seperti kita” Hima melotot pada Sora. Sedang yang dipelototi hanya balas menatap sinis.
“Kalau mereka memang benar-benar nyata, mana buktinya Hima?!” Giliran Meta menginterogasi Hima.
“Ak-aku…” Kalimat Hima tidak diteruskan. Ia bingung memikirkan bukti apa yang harus ia dapatkan agar mereka bisa percaya.
“Sudahlah Hima, berhenti berkhayal yang tidak-tidak” Sora melirik ke arah Aoi, seakan meminta persetujuan.
Cukup sudah kesabaran Hima. Ia menggebrak meja dan keluar dari kelasnya, meninggalkan Sora dan Aoi yang menatapnya heran.
Malam harinya…
“Ada apa Hima, kau kelihatan sedih?” Sakura, anime cantik bersurai merah muda itu menatap Hima lembut.
“Egh? Tidak apa-apa” Yora memaksakan senyumnya.
“Hei Hima, jangan sedih gitu donk.. nanti aku traktir ramen deh” Naruto mendekat ke arah mereka. Baru dua langkah, ia menoleh ke arah Sasuke. Anime dengan model rambut emo yang mencuat ke belakang itu hanya diam di tempatnya. Seperti biasa, memasang wajah datar andalanya. Dingin dan tidak peduli.
“Hey, Sasuke.. jangan diam saja. Kemarilah” Ajak Naruto.
“…” Hening.
“Suuu..!! Cepat kemari..” Naruto mulai kesal.
“…” Masih hening. Tidak ada jawaban dari Sasuke.
“Naruto, biarkan saja.. dia itu sudah tuli, makanya tidak bisa mendengarmu” Sakura melirik ke arah Sasuke.
Mata hitam kelam milik Sasuke menatap tajam emerald hijau hutan. Sakura sedikit merinding di tatap seperti itu.
“Kalian sebaiknya kembali saja, aku tidak akan ikut” Hima berujar lirih.
“Loh kenapa?” Naruto membeo mendengar perkataan Hima.
“Sebenarnya ada apa Hima? Ceritakanlah, mungkin kami bisa membantu.” Dengan lembut, Sakura menggenggam jemari Hima.
Saat itu juga, sambil terisak Hima bercerita tentang masalahnya. Ia mengutarakan bagaimana ia merasa kesepian sebab tidak memiliki saudara. Setelah ayahnya meninggal, Hima hanya hidup berdua dengan Mamanya. Itulah sebabnya, setiap malam ia berdoa, berharap, semoga saja anime yang sering ditontonnya di TV bisa menjadi teman yang nyata baginya. Selain itu, mamanya jarang memerhatikan dirinya akibat pekerjaan. Harapan Hima tersebutlah yang kemudian didengar oleh penguasa dunia anime, sehingga memberi misi pada Naruto, Sasuke, dan Sakura untuk menemani Hima. Selain itu, Hima diperbolehkan mengunjungi dunia anime setiap malam minggu. Tapi tetap saja, semua itu didasarkan pada sebuah perjanjian yang mengharuskan Hima agar tidak membawa teman manusianya ke dunia anime. Dia juga tidak boleh memamerkan perihal keberadaan anime-anime tersebut pada orang lain. Ya, hanya Hima saja yang boleh tahu.
Naruto, Sasuke, dan Sakura hanya mengangguk-angguk mendengar cerita Hima. Sebelumnya, mereka tidak tahu awal mula misi ini. Mereka hanya tahu untuk menyelesaikan misi secepat mungkin, menemani Hima hingga batas waktu yang ditentukan. Terutama Sasuke, sejak semula ia tidak suka dengan misi ini. Tidak jelas, menurutnya. Barulah setelah Hima menjelaskan, mereka akhirnya mengerti mengapa di panggil ke dunia manusia.
“Hiks… hiks.. maaf.. maafkan aku. Tapi aku sudah melanggar perjanjian itu.” Ujar Hima sesenggukan.
“Memangnya apa yang kau lakukan?” Naruto merasa tidak mengerti.
“Aku.. aku.. ” Hima terdiam sesaat. “Aku telah memamerkan keberadaan kalian pada teman-temanku.. hikss.. hikss.”
“Kenapa kau melakukan itu Hima?” Sakura sedikit terkejut mendengar pengakuan gadis cilik itu.
“hn..sudah kuduga ini akan terjadi!” Sasuke merutuk kesal.
“Aku sebal.. aku merasa tidak berdaya setiap kali teman-teman mengejek bahwa aku sendirian, tanpa ada kawan. Mereka juga berkata aku ini sebaiknya berbicara dan berteman dengan boneka saja, aku tidak tahu kenapa mereka menghindariku. Semua itu membuatku benar-benar merasa sedih. Aku tidak punya teman yang bisa menghiburku. Karena itulah, setelah aku bertemu kalian, aku ingin menunjukkan pada mereka bahwa aku tidak sendirian lagi, aku sekarang sudah punya kawan, meskipun kalian bukanlah manusia, tapi aku merasa bersyukur bisa bertemu dengan anime favoritku.” Jelas Hima panjang lebar.
Tiba-tiba saja, Hokage sang penguasa desa Konohagakure muncul.
“Hima, aku mengerti perasaanmu. Tapi tetap saja kau telah melanggar kesepakatan yang kita buat. Untunglah teman-temanmu itu tidak mempercayai apa yang kau katakan, dan lagi, jangan pernah berfikir untuk mencari bukti bahwa kami memang benar-benar ada” Ucap Hokage bijaksana.
“Hokage-Sama, apa yang anda lakukan disini?” Naruto bertanya dengan raut wajah menunjukkan keterkejutan atas kedatangan hokage yang mendadak.
“Aku kemari hendak menngucapkan hal yang penting. Saat ini juga, misi kalian kunyatakan telah selesai. Dan kau Hima, sebagai hukuman atas perbuatanmu kau harus ikut kami menjadi anime dan tinggal bersama kami selamanya.” Hokage tiba-tiba mengerakkan tangannya dan merapal sebuah jurus penyegel.
“OIROKE NO JUTSUUUU…!!!” Dan mereka pun menghilang ditelan asap pekat.
Pagi yang cerah, matahari baru saja beranjak dari peraduannya. Memamerkan sinarnya yang berwarna jingga. Embun-embun masih bergelayut manja, menimbulkan suasana sejuk yang damai.
Mama baru saja bangun. Tiba-tiba saja ia teringat sesuatu, ini adalah hari ulang tahun Hima. Segera saja ia bergerak ke kamar mandi untuk sekedar membasuh muka. Karena ini hari yang special, mama akan membuat masakan kesukaan Hima.
Biasanya, ia akan ke kamar Hima dan mengucapkan selamat pagi pada putrinya. Namun kali ini ia tidak melakukannya. Rencananya, ia akan memberikan kejutan pada Hima. Setelah semua hidangan siap, ia menuju ke kamar Hima untuk membangunkan buah hatinya.
Tok.. tokk.. tokk…
“…” Hening. Tidak terdengar suara Hima yang menyahut seperti biasa.
Mama memutuskan untuk membuka pintu kamar. Dreettt…
“Sayang.. ayo ba-…” Mama terkejut melihat Yora tidak di kamarnya. ‘kemana anak itu?’ batin mama. ‘hmm, mungkin lagi jogging’.
1 jam, 2 jam, 3 jam berlalu… tak ada tanda-tanda Hima akan pulang. Mama mulai gelisah. ‘kenapa Hima belum pulang juga ya?’ ucap mama khawatir.
Karena lelah menunggu, mama menyalakan televisi untuk menghibur diri.
Pip.. mama memencet tombol remote TV. Sekarang adalah waktu tayang serial anime Naruto Shippuden kesukaan Hima.
‘Hm.. Hima tidak mungkin lupa jam tayang serial ini. Tumben ia rela melewatkannya’.
Tiba-tiba, di tengah adegan mama melihat sosok anime berambut jagung persis seperti milik anaknya. Terlihat gadis cilik anime tersebut sedang memetik bunga dalam adegan. Dan betapa mama terpekik kaget, ketika anime tersebut menatap tepat ke arahnya. Wajahnya benar-benar mirip Hima!. Terlebih lagi, gadis itu seperti sedang mengajak mama berbicara. Wajahnya menatap nanar ke arah layar. Matanya berkaca-kaca menahan pedih.
“Mama, ini Hima ma.. maaf Hima tidak sempat pamit sama mama. Aku sayang mama. Aku pasti akan merindukan mama. Jaga diri mama baik-baik ya, maaf kalau Hima tidak bisa menjadi anak yang baik untuk mama. Hima tidak akan pernah pulang lagi, sebab Hima harus menjalani hukuman. Tapi mama tenang saja, Hima tidak akan melupakan mama. Kalau mama rindu, mama bisa menonton serial ini, Hima pasti akan ada di dalamnya. Sampai jumpa ma… aku sayang mama.. hiks.. hiks…”
Setelah itu, gadis kecil anime itu melambaikan tangan. Dan tiba-tiba adegan beralih pada sosok anime yang lain.
“TIdaaakkkk!!!! Himaaaa… jangan tinggalkan mama nak! Hikss.. hikss.. Yora.. hikss.. jangan tinggalkan mama.” Mama histeris melihat kenyataan yang terpampang di depan matanya. Ia sangat terpukul kehilangan putri satu-satunya.
Sementara itu di tempat lain…
“Hikss.. ternyata dia benar.. ”
“Maafkan kami Hima.. ”
Sora dan Aoi, sahabat Hima menahan tangis.. mereka juga menyaksikan Hima di dalam layar. Mereka menyesal tidak bisa berbuat apa-apa untuk membuat Hima kembali ke dunia manusia.
Ya, semuanya sudah terjadi. Kini Hima harus menerima kehidupannya yang baru. Bagi orang lain, tayangan serial anime tadi hanyalah sebuah adegan biasa. Dan nyatanya, hanya Sora, Aoi, dan Mama yang tahu tentang kejadian yang dialami Hima. Untuk menutupi dari pandangan umum, mereka kompak mengatakan Hima pindah keluar negeri mengikuti neneknya.
Sekarang tinggallah mama sendiri, tapi ia berusaha tegar.
‘Hima, mama merindukanmu’ gumamnya lirih. Ia lalu teritidur. Di dalam tidurnya, ia bermimpi bertemu Hima. Saat itu Hima memberikannya sebuah cincin permata.
Mama lalu tersentak, terbangun dari tidurnya. Mimpi tadi terasa sangat nyata. Tiba-tiba sebuah benda berkilauan menyilaukan matanya.
“hah? Sebuah cincin?!” Mama terlohok tidak percaya. Cincin pemberian Hima di alam mimpi nampak melingkar di jari manisnya. Berpendar, berkilauan memantulkan cahaya yang sangat indah dari sebuah permata putih. Mama kembali menitikkan air mata, teringat akan Hima.
Sebuah bisikan halus di telinganya membuat mama sedikit merinding.

“Ma.. mereka benar-benar ada!!..”